Terlalu Murah [bag.2]

by 5:03 AM 2 comments
Terlalu Murah

Baiti Jannati, rumahku surgaku. Sudah 3 tahun 6 bulan aku menempati rumah ini. Rumah yang meski tua tetapi masih baik menurutku. Rumah 2 lantai berukuran 10 x 9 meter terbagi menjadi 3 ruang dilantai bawah dan 2 ruang dilantai atas. Tiga ruang lantai bawah paling depan ruang tamu, dibelakangnya dibatasi oleh sekat papan kayu adalah dapur dan kamar mandi serta space kosong kami fungsikan sebagai ruang kumpul-kumpul sekaligus nonton TV, satu ruang lagi adalah kamar Iwan. Dilantai atas, kamar dekat balkon depan ditempati oleh Aris juga Na'im adiknya. Yah aku pikir memang gak mungkin jauh-jauh kakak-beradik ini. Sementara aku berbagi kamar dengan Imron. Disamping kamar kami ada tangga menuju atap yang memang sejak awal tak bergenteng hanya cor-coran semen. Disitulah kami biasa menjemur pakaian. Bagian belakang rumah ada halaman kecil, berbatas pagar bambu yang sudah usang lepas sambungannya disana-sini. Pohon rambutan yang tumbuh di sudut halaman adalah tempat favorit kami. Pohon setinggi rumah itu kami beri ayunan dan kursi kayu sederhana. Tempat pengusir penat yang ampuh, sampai-sampai ada gurauan siapapun diantara kami yang terlihat duduk disitu dianggap sedang galau, sedang ada masalah. Asik sekali rumah ini. 1,5 juta harga sewa kami tanggung bersama, Aku, Na'im, Iwan, Aris, dan Imron. Terlalu murah untuk membayar kebersamaan ini pikirku.

"Im, tau book keeper punya mas?".
"Na'im gak tau mas coba cari di bawah, disamping TV! Terakhir kan mas taruh situ", jawab Na'im dari balik kamar mandi.
"Hayooo... hati-hati hilang lho ris hehe", sahutku.
"Gak masalah sih sebenarnya, kan tinggal print lagi haha", jawaban simpel Aris. "Mau revisi lagi nih, siapa tau dosbing sedang berbaik hati, ya gak?"

Semua senasib sepenanggungan semester 8 kecuali adiknya Aris si Na'im yang masih semester 5.  Masing-masing fokus dengan skripsinya, tugas akhir aku dan kawan-kawan Teknik Elektro menyebutnya. Iwan mengambil Hubungan Internasional, dibuat iri aku denganya, sudah revisi BAB 4. Sementara Aris dan Imron semangat sekali saling mengalahkan, pada dasarnya mereka memang satu fakultas, fakultas Hukum. Masing-masing baru BAB 3, sempat dengar percakapan mereka ternyata mereka membuat perlombaan siapa kalah dia yang traktir bakso Pak Man sepuasnya selama 3 hari. Jangan salah bakso Pak Man itu bakso terenak di komplek sini.

"Dimana ya book keeperku?", Aris tampak masih kebingungan mencari.
"Hehe, sudahlah Ris, anggap aja hilang tinggal ngeprint lagi. Besok maju lagi. Selow aja sih", bujukku.

"Eits! lihat ini jan.... Wollaaaa..!! hahaha", Aris mengeluarkan book keepernya dari tas, ternyata book keeper sudah ditangan, dia sengaja menggodaku. 
"Oke oke, fine.... sial aku dikerjain".
"Makanya skripsi dikerjain, jangan mikirin si siapa itu? Za...Zahra? hahaha".
"Hush ngawur, jangan ikut-ikutan Ris. Gosip itu! sana ngampus katanya mau bimbingan.."

Terlalu banyak motivasi disini, aku rasa ngampus lebih baik. Bukan untuk menghindar hanya saja barangkali inspirasi sedang menungguku disana.

fajri

Developer

Cras justo odio, dapibus ac facilisis in, egestas eget quam. Curabitur blandit tempus porttitor. Vivamus sagittis lacus vel augue laoreet rutrum faucibus dolor auctor.

2 comments:

  1. "Am, tau book keeper punya mas?".
    "Ni'am gak tau mas coba cari di bawah, disamping TV! Terakhir kan mas taruh situ", jawab Ni'am dari balik kamar mandi.

    Ni'am itu Na'im adiknya aris bukan sih? apa orang yang berbeda??

    ReplyDelete
    Replies
    1. oiya, maaf penulis masih belum terbiasa, belum konsisten. Di kehidupan nyata penulis pernah bersinggungan dengan 2 orang, satu bernama Ni'am dan lainnya Na'im.

      Terimakasih koreksinya, sudah dibetulkan sekarang...

      Delete